Gratifikasi Menurut Pandangan Agama
08 Desember 2024
Bidang Ilmu
:
Sumber Daya Air
Penulis
:
ADMINISTRATOR
0
9
0
0
Korupsi adalah permasalahan pelik di negara ini. Berawal dari gratifikasi, seringkali malah menjadi gerbang masuk
tindakan korupsi. Lantas, apabila pemberian gratifikasi menjadi gerbang masuk korupsi, apakah pemberian
gratifikasi itu bisa dibenarkan? Nah, mari kita tengok beberapa pandangan agama terkait pemberian gratifikasi.
Dalam pandangan agama Islam, saling memberi hadiah pada hakikatnya dianjurkan sepanjang dalam menyambung
silaturahmi, mempererat kasih sayang, atau membalas kebaikan orang lain. Akan tetapi, hadiah bisa menjadi haram jika
bertujuan melanggar hukum syariat, mempengaruhi kebijakan publik, dan sebagainya. Adanya hadiah kepada pejabat
sebagai wujud terima kasih atas layanannya dapat merusak amanah dan keadilan. Karena itu, guna menegakkan
keadilan di tengah masyarakat, Islam mengharamkan pemberian hadiah kepada pejabat. Dalam hadis Al-Bukhari dan
Muslim dikisahkan, Ibnu Al-Ludbiah, seorang pemungut zakat menghadap Nabi Muhammad SAW sambil membawa harta zakat
yang dipungutnya. Ini zakat untuk kalian, dan ini hadiah yang diberikan para pembayar zakat untukku. Ucap Ibnu
Al-Ludbiah sambil menunjukkan barangnya. Nabi Muhammad SAW langsung berdiri dan bersabda. Seandainya engkau duduk-duduk
saja di rumah ayah atau ibumu sambil menunggu datangnya hadiah, apakah engkau akan diberi hadiah? Kemudian, seusai
sholat jamaah, Nabi Muhammad SAW ke atas mimbar dan kembali mengeluarkan pernyataan terkait Ibnu Al-Ludbiah. Jika
seorang pegawai diserai tugas oleh negara, kemudian datang dan berkata, Ini untukmu, dan ini hadiah untukku. Mengapa
ia tidak duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya? Sambil menunggu, apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Demi
Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangannya, tidak seorang pegawai menerima suatu hadiah, melainkan ia akan
datang di hari kiamat sambil memikul beban hadiah itu di lehernya. Jika hadiah yang diterima berupa unta, ia
akan bersuara. Jika berupa lembu, ia akan menguak. Dan jika berupa kambing, ia akan mengembik. Saksikanlah, bukanlah
aku Muhammad SAW telah menyampaikan kebenaran. Dalam ajaran Kristen dan Katolik, pemberian suap juga dilarang,
seperti tertuang dalam ulangan 16 ayat 19. Janganlah memutarbalikan keadilan, janganlah memandang bulu, dan janganlah
menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikan perkataan orang-orang
yang benar. Oleh karena itu, gratifikasi yang dianggap suap merupakan sesuatu yang dilarang. Sesuai ajaran yang
tertera pada Sarasa Muscaya, dalam mencari sarana hidup dan penghidupan, apakah berupa harta, ataupun pemenuhan
keinginan, manusia tidak boleh menyimpang dari Dharma. Perbuatan seperti menerima gratifikasi yang
mempengaruhi pengambilan keputusan hingga merukikan orang banyak, melanggar norma hukum dan norma agama, ini sangat
dilarang oleh ajaran Hindu karena termasuk dalam adharma yang bertentangan dengan Dharma. Dalam ajaran Buddha
dikenal konsep berdana atau dana paramita. Pemberian tanpa pamrih dengan harapan melepas keterikatan demi
kebahagiaan semua makhluk. Pemberian ini adalah wujud kedermawanan atau kemurahan hati yang didasari sifat luhur, yang
mendorong seseorang untuk beramal atau bergorban demi kepentingan kemanusiaan. Memberikan gratifikasi tidak termasuk
berdana karena pemberi mengharapkan sesuatu yang menambah keterikatan napsu atau loba atau keserakahan yang akan
mengencangkan keterikatan. Pandangan dari berbagai agama pun telah menunjukkan bahwa menerima dan
memberikan gratifikasi yang dianggap suap tidak dapat dibenarkan karena termasuk dalam perbuatan korupsi. Mari
utamakan kejujuran, jalankan perintah agama, dan jauhi korupsi. Untuk melaporkan gratifikasi, klik goal.kpk.go
.id klik kpk.go.id slash gratifikasi untuk info lengkap soal gratifikasi.
tindakan korupsi. Lantas, apabila pemberian gratifikasi menjadi gerbang masuk korupsi, apakah pemberian
gratifikasi itu bisa dibenarkan? Nah, mari kita tengok beberapa pandangan agama terkait pemberian gratifikasi.
Dalam pandangan agama Islam, saling memberi hadiah pada hakikatnya dianjurkan sepanjang dalam menyambung
silaturahmi, mempererat kasih sayang, atau membalas kebaikan orang lain. Akan tetapi, hadiah bisa menjadi haram jika
bertujuan melanggar hukum syariat, mempengaruhi kebijakan publik, dan sebagainya. Adanya hadiah kepada pejabat
sebagai wujud terima kasih atas layanannya dapat merusak amanah dan keadilan. Karena itu, guna menegakkan
keadilan di tengah masyarakat, Islam mengharamkan pemberian hadiah kepada pejabat. Dalam hadis Al-Bukhari dan
Muslim dikisahkan, Ibnu Al-Ludbiah, seorang pemungut zakat menghadap Nabi Muhammad SAW sambil membawa harta zakat
yang dipungutnya. Ini zakat untuk kalian, dan ini hadiah yang diberikan para pembayar zakat untukku. Ucap Ibnu
Al-Ludbiah sambil menunjukkan barangnya. Nabi Muhammad SAW langsung berdiri dan bersabda. Seandainya engkau duduk-duduk
saja di rumah ayah atau ibumu sambil menunggu datangnya hadiah, apakah engkau akan diberi hadiah? Kemudian, seusai
sholat jamaah, Nabi Muhammad SAW ke atas mimbar dan kembali mengeluarkan pernyataan terkait Ibnu Al-Ludbiah. Jika
seorang pegawai diserai tugas oleh negara, kemudian datang dan berkata, Ini untukmu, dan ini hadiah untukku. Mengapa
ia tidak duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya? Sambil menunggu, apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Demi
Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangannya, tidak seorang pegawai menerima suatu hadiah, melainkan ia akan
datang di hari kiamat sambil memikul beban hadiah itu di lehernya. Jika hadiah yang diterima berupa unta, ia
akan bersuara. Jika berupa lembu, ia akan menguak. Dan jika berupa kambing, ia akan mengembik. Saksikanlah, bukanlah
aku Muhammad SAW telah menyampaikan kebenaran. Dalam ajaran Kristen dan Katolik, pemberian suap juga dilarang,
seperti tertuang dalam ulangan 16 ayat 19. Janganlah memutarbalikan keadilan, janganlah memandang bulu, dan janganlah
menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikan perkataan orang-orang
yang benar. Oleh karena itu, gratifikasi yang dianggap suap merupakan sesuatu yang dilarang. Sesuai ajaran yang
tertera pada Sarasa Muscaya, dalam mencari sarana hidup dan penghidupan, apakah berupa harta, ataupun pemenuhan
keinginan, manusia tidak boleh menyimpang dari Dharma. Perbuatan seperti menerima gratifikasi yang
mempengaruhi pengambilan keputusan hingga merukikan orang banyak, melanggar norma hukum dan norma agama, ini sangat
dilarang oleh ajaran Hindu karena termasuk dalam adharma yang bertentangan dengan Dharma. Dalam ajaran Buddha
dikenal konsep berdana atau dana paramita. Pemberian tanpa pamrih dengan harapan melepas keterikatan demi
kebahagiaan semua makhluk. Pemberian ini adalah wujud kedermawanan atau kemurahan hati yang didasari sifat luhur, yang
mendorong seseorang untuk beramal atau bergorban demi kepentingan kemanusiaan. Memberikan gratifikasi tidak termasuk
berdana karena pemberi mengharapkan sesuatu yang menambah keterikatan napsu atau loba atau keserakahan yang akan
mengencangkan keterikatan. Pandangan dari berbagai agama pun telah menunjukkan bahwa menerima dan
memberikan gratifikasi yang dianggap suap tidak dapat dibenarkan karena termasuk dalam perbuatan korupsi. Mari
utamakan kejujuran, jalankan perintah agama, dan jauhi korupsi. Untuk melaporkan gratifikasi, klik goal.kpk.go
.id klik kpk.go.id slash gratifikasi untuk info lengkap soal gratifikasi.
Deskripsi
-
Area Diskusi
Anda harus login untuk memberikan komentar